Sabtu, 28 November 2015

Tahap Perkembangan Manusia: Masa Remajaku

Pagi ini 27 November 2015, jumat, aku bangun seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda di pagi ini. Perbedan ini muncul dalam diriku. Diriku ingin berkembang dan belajar terus menerus. Dari mana keinginan ini? Aku juga tidak tahu. Mungkin aku tahu, tetapi untuk saat ini aku lupa.

Setelah banyak membaca secara online baik berita maupun opini di situs kesukaanku kemudian aku membuka buku “Psikologi Umum”. Buku ini sebenarnya bukanlah milikku melainkan hasil pinjaman dari temanku untuk keperluan dasar teori buat skripsi. Setelah mengamati daftar isi dari buku ini, aku tertarik untuk membaca bagian Tahapan Perkembangan Manusia.

Dalam buku ini dijelaskan bahwa sebenarnya pertumbuhan itu berbeda dengan perkembangan. Perbedaan tersebut terletak pada proses dan hasilnya. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran. Sedangkan perkembangan adalah pertambahan sifat.

Hal menarik dalam buku ini adalah yang membahas fase perkembangan manusia. Ada banyak teori dalam fase perkembangan manusia, mulai dari Charlotte Buhler, Elisabeth B. Hurlock, Erik Erikson, Robert J. Havighurst. Teori yang lengkap menurut aku disampaikan oleh Elisabeth B. Hurlock.

Elisabeth dalam bukunya yang berjudul “Developmental Psycology” menyampaikan bahwa fase perkembangan manusia dibagi menjadi empat tahapan. Keempat tahapan tersebut adalah prenatal (sebelum lahir), masa natal, remaja, dan dewasa. Aku lebih tertarik untuk mendalami masa remaja dan dewasa.

Dalam masa remaja, tahapan perkembangan manusia dibagi lagi menjadi tiga yaitu praremaja (11/12-13/14 tahun), remaja awal (13/14-17 tahun), dan remaja lanjut (17-20/21 tahun). Pada tahapan remaja awal merupakan tahapan dimana manusia sedang mencari identitas dirinya dan pada saat itu manusia sedang kacau-kacaunya atau statusnya tidak jelas.

Lanjut pada tahap remaja awal yaitu masa dimana remaja sedang begitu idealis untuk mempertahankan idenya dan memiliki cita-cita tinggi yang harus dicapai. Pada tahapan remaja lanjut ini, aku merasakan betul bahwa pada saat itu aku adalah manusia yang begitu idealis. Aku begitu semangat untuk mempertahankan argumen atau pendapat yang aku memiliki terkait pandangan atas suatu obyek. Misalnya: kebahagianku akan muncul ketika aku telah lulus kuliah.

Sementara itu, terkait dengan cita-cita, aku saat SMA kelas tiga memiliki cita-cita bahwa aku harus kuliah. Dengan cita-cita tersebut membuat rencana dan strategi agar aku dapat kuliah. Salah satu strategi yang aku buat adalah menyamakan kemampuan dengan jurusan yang akan aku pilih. Kemudian aku memilih jurusan Kehutanan karena aku rasa aku akan diterima di sana. Sebab, tingkat keterimaannya menurutku lebih mudah pada saat itu tahun 2012 dan ada kakak kelas aku yang diterima di jurusan tersebut. Kedua alasan itulah yang membuat diriku memutuskan untuk memilih Kehutanan UGM, di samping itu terdapat faktor-faktor yang lain.


Itulah ceritaku pada tahap perembangan diriku saat remaja. Kemudian setelah remaja, ada tahapan dewasa. Tahapan ini lah yang sedang aku alami. Masa dewasa dibagi menjadi dua yaitu dewasa awal (21-40 tahun) dan menengah (40-60 tahun). Saat ini aku sedang mengalami masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan mengembangkan sifat-sifat, nilai-nilai serba baru. Ketiga hal tersebut sedang aku lakukan dan alami. 

Namun, untuk cerita tahapan dewasa awal dipending dulu karena banyak hal yang terjadi dan berubah pada diriku di masa ini. Jadi perlu banyak kata-kata dan waktu untuk mencurahkan itu semua. Tunggu aja ditulisanku selanjutnya. Semoga muncul hehe. Terimakasih. 

Senin, 16 November 2015

Mempertanyakan Diri


Foto: Petir Menyambar

Sore hari di pertengahan bulan november awan mencurahkan isinya ke bumi. Dinginnya hujan menembus kulitku. Rasa dingin yang khas. Ini hujan yang ke empat atau lima di bulan ini.

Beberapa saat kemudian petir pun menyambar. Glegekk dooor. Tapi suara petir ini tak begitu kuat. Mungkin dia ingin menyapa aku yang sedang ada di kamar. “Hai, apa kabar?” mungkin kalimat itu yang ingin ia ucapkan kepadaku. Seraya dalam hati aku menjawab “Aku baik di sini”.

Namun, beberapa saat kemudian dia bersuara lagi dan lebih keras. Dalam hati aku bertanya “Apakah ada yang salah dengan diriku ini wahai petir? Kalau ada yang salah beri tahu aku.” Aku pun hanya bisa bertanya-tanya dalam pikiranku ini. Ah...