Selasa, 30 Juni 2015

Remaja, Masa Rawan HIV

Ilustrasi: HIV/AIDS

HIV/AIDS adalah masalah kesehatan serius seluruh negara di dunia termasuk Indonesia selama 20 tahun terakhir. Human Immunodeficiency Virus (HIV)  sendiri adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh kita untuk melawan segala penyakit yang datang. Pada saat kekebalan tubuh kita mulai lemah, maka timbullah masalah kesehatan. Gejala yang umumnya timbul antara lain demam, batuk, atau diare yang terus-menerus. Kumpulan gejala penyakit akibat lemahnya sistem kekebalan tubuh inilah yang disebut Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS).

Penyakit yang dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 ini bersifat pandemik dan berbahaya. Pada tahun 2006 UNAIDS memperkirakan 65 juta orang teridap dan 25 juta orang mengalami kematian akibat HIV/AIDS. Selanjutnya, menurut data dari Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2009 telah terjadi peningkatan sangat cepat terhadap kasus ini, terdapat 38 juta orang meninggal akibat AIDS, sebanyak 60 juta jiwa terinfeksi HIV baru dan sebanyak 50,3 juta jiwa sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Hal yang sama terjadi di Indonesia, kasus ini meningkat begitu tajam sejak awal penemuannya tahun 1987 di Bali. Menurut data Departemen Kesehatan secara kumulatif sampai Maret 2011 terdapat 24.482 kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Satu hal yang sangat mengkhawatirkan adalah kasus HIV/AID terbanyak pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%) dimana pada kelompok tersebut sebagian masuk remaja (15-24 tahun). Berdasarkan survei BKKBN menyebutkan bahwa karakteristik umur potensial yang rawan tertular HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja yaitu 31% yang terdiri dari 7% berumur di bawah 20 tahun dan 24% berumur antara 20-24 tahun. Dengan data tersebut menunjukkan bahwa remaja adalah populasi yang paling beresiko terkena HIV/AIDS.

Hal tersebut tak terlepas dari sifat dari remaja sendiri. Remaja adalah masa yang paling labil secara emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan solidaritas kelompok. Sehingga dalam memilih teman atau lingkungan sebaiknya hati-hati agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang nantinya dapat menyebabkan HIV/AIDS.

Selain itu, remaja adalah tahapan dimana manusia sedang mengalami masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Dengan rasa keingintahuan yang tinggi maka remaja selalu ingin mengetahui atau mencoba hal-hal baru. Jika tidak diarahkan dengan baik maka rasa tersebut dapat menyebabkan perilaku menyimpang yang dapat menyebabkan tertularnya HIV/AIDS. Dengan demikian, sebaiknya perasaan tersebut diarahkan dengan baik agar menjadi insan yang cerdas dan berkepribadian.

Senin, 29 Juni 2015

Pragmatis: Penyakit Bangsa Indonesia

Iluastrasi: pragmatis
Akhir-akhir ini tersiar berita tentang para pejabat yang menggunakan ijazah palsu. Ada yang belum pernah menempuh pendidikan tinggi tetapi memiliki ijazah sarjana, master, bahkan doktor. Ada pula yang menempuh pendidikan tetapi universitas yang menyelenggarakan pendidikan tidak jelas. Modusnya adalah dengan membayar sejumlah beberapa uang ke universitas tersebut untuk memperoleh gelar yang diminta.

Tindakan ini adalah sebuah perilaku yang prakmatis dari seorang yang hanya ingin mendapatkan kekuasaan. Tanpa melakukan hal sebenarnya yang harus mereka lakuan. Mereka membayar begitu banyak. Berjuta-juta rupiah untuk memuluskan dirinya menjadi penguasa dengan memiliki syarat tertentu atau minimal tingkat pendidikan yang harus ditempuh. Sikap yang serakah dan tak sabar. Orang yang ingin memiliki yang mereka inginkan tanpa melalui proses yang harus dilalui.

Selain untuk mendapatkan jabatan, gelar yang didapatkan tersebut ditujukan untuk mendongkrak kehormatan. Mereka yang ingin dipandang atau dihormati secara instan menggunakan gelar palsu tersebut. Yang menjadi pertanyaanku, kenapa orang begitu menginginkan kehormatan meski dengan cara tidak baik yakni dengan menyuap?

Dengan realitas yang seperti ini nampaknya negara kita adalah negara instan.  Negara yang masyarakatnya ingin mendapatkan sesuatu secara cepat tanpa melalui proses. Ke-istanan ini adalah penyakit yang ada dalam negara kita.

Sifat dari pengen cepat tanpa melalui proses ini juga ada masyarakat kita sehari-hari. Contonya: saat lampu merah yang harusnya berhenti malah diterobos. Contoh lain yaitu saat mengantri, masyarakat kita cenderung tidak sabar untuk mengantri. Contoh ekstremnya yakni saat mengurus SIM, kebanyakan tidak melakukan tes mengemudi. Mereka lebih memilih menyuap daripada melakukan tes.

Nampaknya sifat pengen cepet tanpa melalui proses ini telah menjalar disendi kehidupan kita. Sehingga perlu ditekankan kepada masyarakat kita termasuk saya bahwa tindakan pragmatis adalah perilaku yang tidak baik. Sesuatu yang tanpa melalui proses itu tidaklah akan bermanfaat. Pada nantinya sesuatu yang tanpa proses akan menyengsarakan diri kita sendiri.